• Nujuum Robbani



Available courses

Kajian Bedah Kitab Untuk Pemula
Bayangkan engkau mempelajari sebuah kitab kecil, namun di dalamnya tersimpan harta karun dari tuntunan Nabi ﷺ dan keindahan akhlak dalam warisan Islam. Ia bukan sekadar nasihat singkat yang mudah berlalu, tetapi aturan hidup yang nyata, yang mengajarkan:
• bagaimana engkau berbakti kepada orang tua, keluarga, dan saudaramu,
• bagaimana engkau menjaga lisanmu dan memperindah ucapanmu,
• bagaimana engkau mengendalikan diri dalam amarah maupun saat gembira,
• dan bagaimana engkau menimbang seluruh hidupmu dengan adab bersama Allah, lalu dengan sesama manusia.
 
Kitab ini laksana cermin harian; setiap kali engkau membacanya, ia mengingatkanmu di mana engkau harus memperbaiki diri, dan sejauh mana engkau mesti naik dalam derajat akhlak.
 
Tidak heran sebagian ulama berkata: “Siapa yang senantiasa bersama kitab Min Adabil Islam dan mengamalkannya, maka ia telah menghidupkan dalam dirinya ruh sunnah dalam setiap detail kehidupan sehari-hari.”
 
 
telah dibuka pendaftaran kelas
 
Bedah kitab Min Adabil Islam bersama Syeikh Mohammed AS Algoul GAZA*
 
*Pemilik banyak sanad dalam bidang Al Quran, hadist dan ilmiyyah
 
bahasa pengantar kelas: Bahasa Indonesia
 
Pembukaan kelas 
Jumat 29 Agustus 2025
Pukul 19.30
 
Kelas ini diselenggarakan oleh Ma'had Jiilunnujuum Arrobaniyyah atas dukungan dari Pizza Gaza dan MPA Indonesia
 
 
Pendaftaran kelas hubungi:
WA.me/628974312160 

Perang, dalam logika wahyu, bukanlah sekadar peristiwa sementara yang diukur dengan besarnya kehancuran atau lamanya waktu. Ia adalah cermin yang menyingkap keadaan hati, sekaligus timbangan tempat umat diuji sesuai kadar kejujuran dan keimanan mereka. Apa yang tampak bagi manusia sebagai peperangan yang berlarut, pada hakikatnya adalah tarbiyah Ilahi—proses penyucian dan penyiapan generasi yang tidak akan terkalahkan, karena mereka ditempa langsung di bawah pengawasan Allah dan di madrasah ujian.

Ketika menelusuri sunnah Al-Qur’an, kita akan memahami bahwa padamnya api peperangan tidak bergantung pada hitungan senjata semata, tetapi pada kejernihan panji yang dikibarkan, pada kadar ketakwaan yang nyata, pada terwujudnya al-walā’ wa al-barā’, pada tegaknya syariat, serta pada hidupnya amar ma‘ruf nahi munkar. Sejauh mana semua itu diwujudkan dalam barisan kaum beriman, sejauh itu pula janji Allah menampakkan diri: “Setiap kali mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya.”

Maka, berlarutnya perang bukanlah penafian janji Allah, melainkan isyarat atas adanya kekurangan dalam barisan kita, dan pesan Ilahi yang menegur kelemahan agar kita kembali kepada inti agama, hingga syarat-syarat kemenangan itu terpenuhi. Di sinilah hikmah itu bersemayam: bahwa perang, pada lahiriahnya adalah ujian berdarah, namun pada batinnya ia adalah pendakian ruhani, yang mengangkat derajat kaum beriman dan membuka jalan menuju kemenangan yang dijanjikan.